Seorang pebisnis muda datang mengadukan masalahnya
kepada sahabat saya yang berprofesi sebagai konsultan spiritual bisnis.
Pebisnis itu membuka masalahannya dengan mengatakan,
"Pak saya memiliki adik yang sangat durhaka. Ketika
kuliah saya yang membiayai.
Ketika dia menikah saya yang menikahkan dan
menanggung semua biayanya.
Sekarang berbekal satu kwitansi atas namanya, dia
akan menggugat saya ke pengadilan.
Dalam gugatannya ia mengatakan rumah yang saya
tempati adalah milik adik saya."
Pebisnis muda itu diam sejenak sambil menarik napas
panjang.
Kemudian dia meneruskan ceritanya, "Padahal rumah
itu saya beli dengan tetesan keringat saya.
Saya nggak habis pikir, mengapa dia tega melakukan
ini. Saya minta petunjuk dari Bapak bagaimana
menundukkan adik saya.
Saya ingin agar adik saya sadar dan tidak usah
membawa permasalahan itu ke pengadilan. Saya malu
dengan banyak orang."
Kemudian konsultan bertanya, "Dari mana uang yang
kamu gunakan untuk membangun rumahmu?"
Orang itu menjawab, "Dari hasil jerih payah usaha
saya. Saya pernah punya usaha pom bensin tapi
sekarang sudah bangkrut."
Terus darimana modal usaha pom bensinmu? desak sang
konsultan. Dia terdiam.
Setelah menarik nafas panjang, dia berkata , "Modal
usaha pom bensin saya peroleh dari hasil penjualan
tanah milik ibu saya.
Saya jual tanah itu tanpa izin ibu saya. Ibu saya
kecewa, tak lama setelah kejadian itu ibu saya
dipanggil Yang Maha Kuasa."
"Itulah sebab musabab problem anda. Memulai usaha
dengan uang yang tidak bersih bahkan dengan cara
menyakiti ibu kandung anda.
Ironisnya, anda belum sempat meminta maaf kepada ibu
anda dan dia sudah meninggal dunia," jawab sang konsultan.
"Terus bagaimana saya selanjutnya?" kata orang itu.
Konsultan energik itu menjawab, "Ikhlaskan rumah itu
buat adik anda.
Kehidupan anda tidak akan berkah dengan rumah yang
merupakan buah dari menyakiti ibu anda."
Butiran jernih mengalir di pipi orang itu. Dengan
nada tersengal dia berkata, "Lalu dimana keluarga
saya harus berteduh?
Sang konsultan menjawab, "Allah , Tuhan Penguasa
Alam Maha Kaya, pasti ada jalan yang akan Dia berikan."
Sesampainya di rumah sang kakak memanggil adiknya,
"Adikku daripada kita bertengkar di pengadilan dan
hubungan persaudaraan kita rusak hanya karena rumah
ini, aku serahkan rumah ini untukmu.
Aku ikhlas. Rumah ini sebenarnya milik ibu, bukan
milik saya. Mulai hari ini, rumah ibu ini aku
serahkan sepenuhnya untukmu."
Sang adik berdiri dan kemudian memeluk sang kakak
sambil berkata, "Kakakku, rumah ini adalah rumahmu
maka ambilah.
Saya tidak akan meneruskan di pengadilan. Tinggalah
dengan damai di rumah ini bersama istri dan
anak-anak kakak.
Saya bangga menjadi adikmu. Saya tak ingin
kehilangan engkau kakakku..."
Keduanya berpelukan dengan linangan air mata di
masing-masing pipinya.
Kisah nyata di atas memberi pelajaran kepada kita
bahwa ketika kita berpikir apa yang akan saya
dapatkan (to GET) maka yang kita peroleh adalah
kegelisahan dan permusuhan.
Sebaliknya ketika kita berpikir apa yang bisa saya
berikan ( to GIVE ) maka yang kita peroleh kedamaian,
rasa hormat, rasa cinta dan persaudaraan.
Tatkala kita berpikir to GET pada hakekatnya kita
masih TERJAJAH
Terjajah oleh harta, terjajah oleh jabatan, terjajah
oleh kepentingan dan terjajah oleh gengsi.
Orang-orang yang merdeka adalah orang yang di dalam
dirinya tertanam kuat sikap to GIVE
Bila ia memiliki harta, ilmu dan karunia lainnya ia
selalu berpikir kepada siapa lagi saya harus
berbagi... berbagi...dan berbagi.
Negeri ini akan terus tumbuh, berkembang, maju
dengan diselimuti kedamaian, rasa cinta,
persaudaraan, dan kemulian bila sebagian besar
diantara kita mengembangkan sikap to GIVE ketimbang
to GET
Kita semua harus selalu berpikir, apa yang sudah
saya berikan buat anak, mitra kerja, perusahaan,
pasangan hidup, saudara, orang tua, bangsa dan Sang
Maha Pencipta? Pertanyaan itu harus selalu tertanam
kuat dalam setiap aktivitas kita sehari-hari.
Jangan kedepankan to GET dalam sikap keseharian kita.
Pada saat sebagian besar orang memiliki sikap to GIVE
kita sudah boleh mengatakan bahwa kita memang sudah MERDEKA.
0 comments:
Posting Komentar